Tags
Jathilan adalah suatu pertunjukan tari yang dipadukan dengan unsur magis, sedangkan campursari adalah kesenian musik tradisional yang dipadukan dengan musik modern tetapi lagu-lagu yang dibawakan tetap bernuansa tradisional. Pertunjukan ini sebagai sarana untuk menghibur masyarakat pada umumnya dalam suatu acara adat atau prosesi. Kesenian ini umumnya dipentaskan pada siang atau malam hari dengan durasi kurang lebih 6 jam. Alat musik yang digunakan untuk mengiringi pementasan ini adalah beberapa jenis gamelan dan dipadukan dengan alat musik modern. Dari hal inilah kesenian ini disebut sebagai kesenian kolaborasi antara pertunjukan jathilan dengan campursari. Kesenian ini memadukan tarian dengan musik campursari semi modern, dalam pertunjukannya ada suatu atraksi yang unik. Seperti mengupas kelapa dengan gigi, memakan bunga sesaji, memakan kemenyan, dan lain sebagainya. Inilah yang disebut dengan kesurupan, adegan kesurupan ini merupakan suatu proses dimana seorang penari berada dalam pengaruh tidak sadar (dibawah alam sadar) untuk melakukan suatu tindakan diluar nalar. Kesenian ini berawal dari era 60-an untuk mengenang jasa Pangeran Diponegoro dalam perang gerilya dan mengenang jasa para prajurit berkudanya yang berhasil babat alas atau membuka hutan untuk dijadikan pedesaan. Akan tetapi sejarah munculnya kesenian ini di masyarakat sangat beragam.
Pementasan
Pementasan kesenian kolaborasi jathilan campursari akan melibatkan hal-hal tertentu yang mendukung terselenggaranya acara tersebut. Hal-hal itu meliputi:
Pemain
Setiap pertunjukan kesenian jathilan campursari memerlukan 65 pemain yang dibagi menjadi 3 babak dengan 14 penari pada tiap babak, 2 pawang, 12 penabuh, 2 orang sebagai sinden , selebihnya menjadi pemain pengganti.
Alat Musik
Peralatan musik yang dipakai adalah alat musik tradisional dan modern, yang terdiri bende, gong, kendhang batangan, kendhang jaipong, saron, demung, bass, dan ketipung. Seiring berkembangnya jaman dan agar kesenian ini lebih enak untuk dinikmati ditambahkan drum dan organ sebagai pelengkap. Untuk memeriahkan acara tersebut biasanya juga menggunakan sound system atau pengeras suara, supaya syair-syair yang dibawakan dapat terdengar dengan jelas.
Kostum
Tahap sebelum pementasan dimulai para pemain merias wajah dan mengganti kostum dengan kostum yang sudah ditentukan. Keserasian dan kekompakan dalam kesenian ini masih sangat dijaga. Maka para pemain menggunakan kostum yang sama. Karena kesenian ini menggambarkan prajurit yang sedang manaiki kuda untuk berperang, maka pedang digunakan untuk pelengkap tari.
Tempat pementasan
Tempat pementasan dibuat sekitar 30 m² dan dikelilingi bambu yang dibuat dengan bentuk kotak seperti kandang (kalangan), dengan tujuan agar pada saat pemain ada yang kesurupan tidak lari ke penonton. Selain dikelilingi bambu biasanya diberi tenda (tratak), agar dapat terlindung dari panas dan hujan saat pentas.
Sesaji
Kesenian ini berbau mistik dan menganut islam kejawen, maka sesaji tidak dapat dilepaskan. Sesaji ini terdiri dari tumpeng, gudangan (kacang panjang, bayam, kangkung, wortel, kol, dan bumbu kelapa), kemenyan, dupa ratus, berbagai minuman (teh, kopi,air kelapa, dan air putih), ingkung ayam jantan, telur ayam kampung, kembang setaman, bubur merah putih dan jajan pasar (makanan daerah).
Tarian
Gerakan yang dalam kesenian jathilan campursari menggambarkan gerakan seorang prajurit yang menaiki kuda untuk berperang. Pergantian tari biasanya ditandai dengan sentakan kendhang dan sentakan kendhang tersebut mengikuti lagu yang dibawakan oleh sinden.
Lagu-lagu yang digunakan dalam kesenian jathilan campursari sebagian besar adalah lagu campursari (langgam dan pop jawa), akan tetapi ada lagu lain yaitu lagu macapat dan dangdut. Berikut contoh syair lagu yang digunakan dalam kesenian ini:
Macapat Asmaradana
Gegarane wong akrami
Dudu bandha dudu rupa
Amung ati pawitane
Luput pisan kena pisan
Yen gampang luwih gampang
Yen angel angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta
– Langgam Layang Katresnan
Tak regem-regem layangmu
Lan tak gegem tumempel dadaku
Rasane rumesep kalbu sayaang-sayang aduh sayang
Opo bener panyawangmu, opo bener kabeh ngendikanmu
Sinawang katon esemu sayang-sayang aduh sayang
Ora nyono ora ngiro tenan-tenan nganti bisa
Yen kowe tresna sejatine aku ugo tresna
Saben-saben mapan turu
Saben-saben tak aras layangmu
Gumawang katon esemu sayang-sayang aduh sayang
– Campursari Pop Jawa Lintang Ndhuwur Kutha
Kaya lagi wingi bebarengan nrabas wengi
Gandhengan tanganmu esemmu nggedher ati
Nalika sirahku sumendhe ana bahumu
Wangine tresnamu ora krasa nggubet ati
Wong bagus atiku ketarik
Lintange melu lirak lirik
Wong bagus aja njiwat njiwit
Lintange melu mobat mabit
Nadyan mung sakdhetik
Atiku mbok olak alik
Lan kenangan kuwi
Saya pengen tak baleni
Lintang nduwur kutha
Kencar-kencar mbukak crita
Sliramu neng kana
Apa kangen iki krasa
Lintang pating glebyar
Atiku saya kumesar
Drijiku drijimu ngenem crita
Upama sliramu saiki ana sandhingku
Tak ares pipimu tak nggo sangu ngimpi
Minat kaum muda untuk mencintai dan melestarikan kesenian daerah bisa tercipta dari sini, karena dengan dimasuki oleh lagu-lagu terbaru membuat kaum muda menjadi berminat untuk melihat kesenian tersebut. Dari cara inilah lama-kelamaan kaum muda menjadi cinta dan terus mengembangkan terhadap kesenian jathilan campursari tanpa mengurangi unsur tradisi kesenian tersebut. Hal inilah yang sangat diharapkan dari terciptanya kolaborasi antara kesenian jathilan dan campursari sebagai upaya menumbuhkan rasa cinta terhadap kesenian daerah tersebut.